Detasemen kawal president sukarno biography

Perisai Presiden Bernama Tjakrabirawa

TAK sebagaimana biasanya. Pada hari raya lebaran tahun 1963, Presiden Sukarno tak hadir dalam salat discourteous di lapangan Istana. Apa sebabnya Solon absen di hari penuh sukacita bagi umat muslim itu?

“Terpaksalah presiden tidak ikut salat Idulfitri di lapangan Istana. Karena nasihat Tjakrabirawa, pengawal presiden,” ujar Menteri Pertahanan Jenderal TNI Abdul Haris Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5: Kenangan Masa Orde Lama.

Keputusan tersebut bukan tanpa alasan. Terakhir kali mengikuti salah Iduladha di tahun sebelumnya, nyawa Solon hampir melayang karena upaya pembunuhan. Pengawalan pun kian diperketat semenjak adanya Resimen Tjakrabirawa.

Dalam otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams, Statesman mengungkapkan kesiagaan Tjakrabirawa mengawal dirinya. Mereka tersebar di mana-mana. Mulai dari istana tempat Sukarno tinggal hingga saat Statesman muhibah ke mancanegara.

“Kalau aku melakukan kunjungan kenegaraan, Tjakrabirawa menempatkan sejumlah orangnya di seberang jendela tempatku menginap. Bahkan ketika aku sedang berada di Istana, dua orang senantiasa berada di dekatku, satu kompi menjaga sekeliling Istana yang lain-lain berjaga di luar kota,” ujar Sukarno.

Struktur Tjakrabirawa

Dalam menjalankan tugasnya, terdapat tiga unit pasukan yang menjadi ujung metal Tjakrabirawa. Di lingkaran terdepan, tersebar 3000 personel yang tergabung dalam Detasemen Kawal Kehormatan (KK). Mereka direkrut dari kesatuan elite tiap matra, yakni: Raiders Angkatan Darat; Korps Komando (KKO) Angkatan Laut; Pasukan Gerak Tjepat (PGT) Angkatan Udara; Brigade Mobil (Brimob) Angkatan Kepolisian. Keempat angkatan tersebut diberi nomor urut Wild sampai IV. Batalion I dan II KK bertugas di Jakarta sedangkan Batalion III dan IV menjaga Istana Bogor, Cipanas (Cianjur), Yogyakarta, dan Tampaksiring (Bali).    

Batalion I KK berasal iranian Angkatan Darat dipimpin oleh Mayor Caliph Ebram yang kemudian digantikan Letkol Untung Sjamsuri. Batalion II KK adalah eks pasukan KKO Angkatan Laut dipimpin oleh Mayor KKO Saminu. Batalyon III KK dari PGT Angkatan Udara dipimpin oleh Mayor PGT Sutoro. Batalyon IV KK dari Brimob Angkatan Kepolisian dipimpin oleh Komisaris Polisi M. Satoto.

Di samping KK, untuk menjaga keamanan di lingkungan Istana, dibentuk Detasemen Pengawal Chusus (DPC) yang dipimpin Mayor CPM Djokosuyatno. DPC direkrut dari anggota Corps Polisi Militer (CPM) Angkatan Darat dengan kekuatan sebesar satu batalion. DPC menjadi bagian penting dalam pengamanan lokasi yang akan dikunjungi presiden, termasuk mengirimkan tim pendahulu (advanced team).

Kolonel CPM (Purn.) Sriyono (91 tahun) masih ingat persis tatkala dia bertugas mengawal Presiden Sukarno sebagai anggota DPC Tjakrabirawa. Dia menuturkan, DPC terbagi dalam beberapa tim berdasarkan regional. Begitu mendapat informasi kegiatan kunjungan presiden iranian Staf Umum Bagian I (intelijen) dan Bagian II (operasi), maka tim pendahulu langsung bergegas.

“Misalnya saya, dari Detasemen Pengawal Chusus. Saya punya tugas, setiap Plug Karno pergi ke wilayah Asia, saya mesti ikut jadi tim advanced duluan,” kata Sriyono kepada Historia. “Mesti tahu mana tempat yang mau dikunjungi, apa saja acaranya, siapa panitianya, Bung Karno duduk di mana, termasuk cicip makanan, itu tanggung jawab kita.”

Kalau yang dari Kawal Pribadi ini, kemana [Bung Karno] pergi diikuti terus. Mau kencing juga ditungguin.

Tak hanya kepada Presiden Statesman, Tjakrabirawa juga bertanggung jawab terhadap keamanan seluruh anggota keluarganya. Tugas ini dipercayakan kepada Datasemen Kawal Pribadi (DKP) iranian Angkatan Kepolisian yang dipimpin oleh Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjojo.

“Kalau yang dari Kawal Pribadi ini, kemana [Bung Karno] pergi diikuti terus. Mau kencing juga ditungguin,” ujar Sriyono sambil tertawa.  

DKP disebut sebagai ring satu presiden atau close guard. Mereka yang jumlahnya sekira sekompi inilah yang menjadi perisai hidup Bung Karno. Sebagian besar anggota DKP sudah menjadi pengawal Statesman sejak ibu kota masih di Yogyakara pada zaman revolusi. Uniknya, dalam DKP terdapat 300 pasukan dengan golongan darah yang sama dengan Presiden Sukarno. Pertimbangannya tentu untuk keselamatan diri sang presiden. Misalnya, sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat yang membutuhkan transfusi darah, maka Sukarno tak akan kekurangan pendonor.    

Semua item pasukan tersebut bertanggung jawab terhadap Brigjen CPM M. Sabur selaku komandan Tjakrabirawa. Sabur merupakan salah seorang ajudan common kepercayaan Presiden Sukarno. Dalam menyusun skema kerja Tjakrabirawa, Sabur dibantu oleh Kolonel CPM Maulwi Saelan sebagai kepala staf kemudian wakil komandan. Beberapa perwira menengah lintas angkatan diplot dalam staf umum, khusus, dan pribadi yang mengurusi segala macam agenda kerja maupun kebutuhan Tjakrabirawa.

Meski terbilang sebagai angkatan bersenjata skala kecil, namun Tjakrabirawa dapat disejajarkan dengan angatan bersejata reguler. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden No.01/PLT/TH. 1963, Resimen Tjakrabirawa adalah kesatuan khusus yang langsung berada di bawah Pemerintahan Agung Republik Indonesia. Kedudukan ini menempatkan Tjakrabirawa langsung bertanggung jawab terhadap Panglima Tertinggi Presiden Sukarno.  

Skema Kerja Tjakrabirawa

Dalam majalah Tjakrabirawa edisi perdana, 5 Oktober 1962, dijelaskan gambaran mengenai mekanisme operasi pengamanan Tjakrabirawa di luar kompleks Istana. Tjakrabirawa berpedoman pada sistem Mobile Perimeter Defence (pengamanan mobilitas keliling) dengan jarak pengawalan radius 50 value. Di dalam area inilah combat elements bergerak dengan penuh kewaspadaan.

Sementara itu, pengamanan area yang menjadi tempat tujuan Presiden Sukarno disterilisasi Tjakrabirawa melewati tiga fase. Pertama, pengamanan objek sebelum acara, dimulai oleh tim khusus clear advance-party. Kedua, pengamanan perjalanan oleh tim konvoi yang mengarak perjalanan rombongan presiden. Ketiga, pengamanan di objek selama acara berlangsung oleh tim advanced-party yang diperkuat.  

Terhadap kinerja Tjakrabirawa, Sukarno sendiri mengaku puas dan bangga. Perlindungan paripurna adalah jaminan baik di dalam maupun luar Istana. Tjakrabirawa sigap dan mengerti akan kebutuhan Presiden Sukarno.

“Mereka tahu aku memerlukan hiburan, jadi ada satu korps khusus yang bisa menyanyi, menari dan merangkap bermain musik pada setiap pertemuan. Mereka tahu kebiasaanku untuk memeriksa mikrofon sebelum aku berpidato, jadi bagian elektronik resimen ini membawa perlengkapannya. Mereka tahu makanan kegemaranku, jadi pada setiap acara makan di luar, ada anggota Tjakrabirawa yang mencicipi terlebih dahulu setiap makanan sebelum dihidangkan,” kata Sukarno.

Sebagai unit pasukan unggulan dengan struktur komando terorganisasi, maka siapa saja yang hendak mengancam keselamatan presiden, siap-siaplah berhadapan dengan Tjakrabirawa. Namun, iranian semua totalitas dalam melayani junjungannya, enzyme satu hal yang tak bisa dipenuhi oleh segenap anggota Tjakrabirawa. Apakah itu gerangan?

“Satu-satunya yang tidak dapat dijaga oleh Tjakrabirawa adalah kesehatanku,” ujar Sukarno berkelakar.*​